Refleksi 29 Mei 564 Konstantinopel: Seorang Muhammad Al-Fatih - CSI FEB
Refleksi 29 Mei 564 Konstantinopel: Seorang Muhammad Al-Fatih

Refleksi 29 Mei 564 Konstantinopel: Seorang Muhammad Al-Fatih

Share This

Menyongsong Ramadhan 1438H/2017M Forum Ukhuwah dan Studi Islam FUSI-Fakultas Teknik UI pada Jumat 26 Mei 2017 mengangkat tema istimewa. Ratusan mahasiswa berikut anggota keluarganya berbondong-bondong menghadiri Parade 564 tahun Penaklukan Konstantinopel. Tidak berlebihan bila tema Al-Fatih Sang Engineer/Insinyur ini secara khusus diangkat oleh Panitia Ramadhan FUSI FTUI-Gradasi17.

Secara khusus dalam kesempatan tersebut dua narasumber pegiat sejarah penaklukan Konstantinopel yakni Ust Agung Waspodo SE, MPP dan Ir. Askar Triwiyanto, PhD, berupaya menelaah beberapa buku teks/referensi sejarah berikut jurnal ilmiah yang secara jujur memaparkan kontribusi ilmiah Al Fatih dalam upaya penaklukan Konstantinopel ini. Bahkan salah satu jurnal Internasional memuat tema khusus berjudul ‘Muhammad Al-FatihOttoman’s Great Strategic Planner’ dan ‘Impact of Ottoman Scientific Advancement in the Era of Sultan Muhammad al-Fatih (Mehmed the Conqueror) towards the Ottoman Scientific Zenith’ yang dipublikasikan pada tahun 2014 mengupas fakta ilmiah bagaimana Al-Fatih merencanakan pemenangan ini dengan amat matang setiap detail upaya mewujudkan janji Rasulullah SAW berikut ini:
“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]

Para narasumber forum Gradasi ini menjelaskan bahwa secara umum Al Fatih menuangkan rencana strategisnya dalam dua pendekatan yakni Pertama, yakni Strategi Pra-Penaklukan dan Kedua, terkait Strategi ketika perang berlangsung. Strategi pra penaklukan dijabarkan melalui langkah-langkah Diplomasi-Politik berupa upaya menjalin aliansi strategis dengan kerajaan-kerajaan di sekeliling konstantinopel, baik dengan menjalin perjanjian pakta pertahanan bersama maupun menghargai sikap netral beberapa kerajaan tersebut.

Berikutnya adalah upaya memantapkan kekuatan Ekonomi sebagai penunjang suasana ketika perang berlangsung dengan beberapa turunan kebijakan unik dan kemudian terbukti jitu dalam kampanye operasi militernya, seperti ‘larangan ekspor’ keluar dari Turki Usmani terkait perdagangan komoditas deposit/bahan baku pembuatan alat perang. Selain itu aspek kesejahteraan prajurit tempur menjadi isu penting (gaji setahun mereka sudah dibayar diawal) semua diatur sedemikian rupa agar mereka fokus untuk menyempurnakan misi Penaklukan hingga perang yang direncanakan maksimal berlangsung 3 bulan, namun bila perang terpaksa berlanjut maka contingency plan akan diterapkan.

Sementara terkait persiapan operasi militer yang direncanakan berlangsung 3 bulan tersebut kemudian diturunkan policy dalam bentuk upaya serius melakukan pemodernan alat tempur agar misi utama penaklukan dapat terwujud, ini juga yang menjadi bahasan utama di forum Tarhib Ramadhan FTUI tersebut. Pemodernan yang dimaksud berwujud pembelian dan penerapan ‘Reverse Engineering’ terhadap proses manufaktur paduan tembaga dan kajian metalurgis dari Meriam Raksasa yang kemudian diberi nama ‘Fatih Cannon’, sebuah alat militer penghancur benteng konstantinopel tercanggih di zaman itu yang bila ditembakkan dentumannya bisa memekakkan telinga bahkan sebagian sejarawan mengklaim dentuman tersebut bisa membuat wanita hamil mengalami keguguran.

Ditambah lagi pembangunan beberapa benteng utama di mulut selat Bosphorus seperti benteng Rumeli Hisari yang secara ‘ajaib’ masa pembangunannya diringkas hanya berlangsung 4 bulan saja, padahal benteng yang masih kokoh hingga kini itu normalnya dibangun selama 2 tahun. Belum lagi beberapa penerapan teknologi komunikasi dalam pergerakan pasukan yang cukup ‘mengagetkan’ pihak penguasa Konstantinopel. Bahkan ustadz Agung Waspodo SE, MPP secara lugas mengklaim bahwa penerapan sains dan teknologi oleh Al-Fatih saat itu dapat dikatakan telah melampaui zamannya.

Dari pemaparan yang disampaikan kedua narasumber dapat disimpulkan bagaimana kecanggihan manajemen strategis yang diaplikasikan Al-
Fatih telah berdampak signifikan bagi tercapainya 53 hari operasi penaklukan Konstantinopel yang dengan serta-merta merubah nama kota tersebut menjadi Islambul (Kota Islam) atau yang kemudian hari kita kenal sebagai Istanbul. Ada benang merah yang disepakati pembicara bahwa kesholehan pribadi, kecerdasan akal dan emosional sangat berpengaruh besar dalam perjalanan kepemimpinan Al-Fatih di masa berikutnya setelah penaklukan monumental tersebut. Kesholehan Keberanian, kesungguhan, kepiawaian seorang mengatasi kegentingan sangat berpengaruh besar dalam mewujudkan ambisi berlandaskan pesan Nabawi sebagaimana dijelaskan oleh Hadis Rasulullah SAW di atas.Terkait strategi yang diterapkan saat pertempuran berlangsung (on going process) beberapa kejutan juga dilakukan sang Pemimpin muda kekhalifahan Usmani ini. Beberapa di antaranya saat manuver laut yang dilaksanakan mengalami kegagalan bahkan hampir membunuh sang pemimpin ketika Al-Fatih mencoba membangkitkan moral tempur armada lautnya yang dihancurkan pasukan laut Konstantinopel. Dalam suasana genting dan tekanan mental yang berat Al-Fatih tidak kehilangan akal lewat intuisi militernya dengan menginstruksikan armadanya untuk melakukan ‘penyeberangan darat’ 72 kapal tempurnya menaiki bukit Galata menuju Halic di Golden Horn.

Indonesia sebagai sebuah negeri berpenduduk muslim terbesar di muka bumi perlu ambil peran signifikan dalam upaya mencerdaskan, mengarahkan dan memberdayakan generasi mudanya sambil berkaca pada sosok pemimpin muda bernama Muhammad Al Fatih ini dalam menata perjalanan kebangsaaan kedepan. Hal yang makin relevan bagi kita semua kala bercermin pada fakta istimewa sejarah pendahulu bangsa Indonesia dimasa lalu tentang kontak diplomatik beberapa kerajaan Islam Nusantara dengan Daulah Turki Usmani termasuk diantaranya berupa pelatihan militer dan ‘beasiswa’ bagi prajurit nusantara termasuk yang dijalani sosok panglima Fatahillah menantu dari Sunan Gunung Jati yang menjadi aktor pembebasan Jayakarta (DKI Jakarta sekarang) dari agresi penjajahan Portugis pada 22 Juni 1527M (74 tahun sejak penaklukan konstatinopel). Fatahillah pernah secara khusus mengenyam pendidikan yang mempelajari teknologi dan strategi tempur Turki Usmani sebagiamana telah dilaporkan banyak sejarawan nasional. Bahkan secara khusus Keraton Yogyakarta misalnya telah ditunjuk resmi sebagai perwakilan kekhalifahan Islam di Jawa sebagimana dipaparkan Sri Sultan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Pembukaan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 di Yogyakarta pada 12 Februari 2015 lalu.

Oleh karenanya, dalam momentum 29 Mei ini (Hari Penaklukan Konstantinopel), mari kita teladani jiwa, keberanian dan kesungguhan sang pembebas muda bernama Al Fatih, sebagai pribadi yang wajar namun mampu menjadi ’icon’ dalam memimpin diri dan orang lain. Mari kita susuri rahasia tersirat di balik sejarah kemenangannya. Bukan sekadar membaca fakta dan data, tetapi untuk dijiwai semangat pengorbanan di mana ia kemudian menjadi Ruh kebangkitan pemuda Islam dalam menata barisan umat ini.
Sekali lagi, lewat Ramadhan ini MARI LURUS & RAPATKAN SHAFF KITA.
“Sungguh luruskanlah shaf kalian, atau (jika tidak) Allah akan benar-benar menimbulkan perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” (HR Al Bukhari [177] dan Muslim [436])




Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages