Indonesia kembali berduka. Gempa dan tsunami terjadi di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/18). Sampai Sabtu (29/9/18), siang, jumlah korban tewas di Kota Palu mencapai 384 orang. Orang hilang 29 di Kelurahan Pantoloan Induk, Palu dan luka berat 540 orang.
“Ini korban di Palu saja. Kami belum mendapatkan data Donggala. Akses komunikasi di sana terputus. Diperkirakan korban terus bertambah karena proses pencarian masih terus dilakukan,” kata Sutopo Suryo Nugroho, Kepala Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta Sabtu (29/9/18).
Gempa terjadi beberapa kali. Awalnya kekuaran 6 SR pukul 13.59 WIB waktu setempat. Gempa susulan pukul 17.02.45 WIB berkekuatan 7,4 SR kedalaman gempa 10 km.
Sutopo mengatakan, ini jenis gempa bumi dangkal karena aktivitas sesar Palu Koro. Ia dibangkitkan deformasi dengan mekanisme pergerakan dari struktur sesar mendatar mengiri (slike-slip-sinistral). Gempa 7,4 SR membangkitkan tsunami di beberapa Pantai Donggala dan Pantai Talise Palu.
“Waktu gelombang pertama tsunami datang 20-25 menit pasca gempa diikuti gelombang selanjutnya.”
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika mengeluarkan peringatan tsunami akibat gempa 7,4 pada pukul 17.02.44 WIB. Status waspada dengan ketinggian tsunami 0,5 meter di Pantai Donggala bagian barat, Siaga (0,5-3 meter) di Pantai Donggala bagian utara, Mamuju bagian Utara, Kota Palu bagian barat. Peringatan tsunami kemudian diakhiri pukul 17.39. Namun, tsunami menerjang Pantai Talisedi, Palu dan Pantai Barat Donggala, dengan tinggi antara 0,5 hingga tiga meter.
“Tsunami menerjang permukiman di sepanjang pantai,” katanya.
Menurut Sutopo, tsunami terjadi karena ada longsoran sedimen di dasar laut. Longsoran sedimen terjadi akibat gempa dengan kekuatan 7,4 SR yang mengguncang Donggala.
BPNP, katanya, telah berkoordinasi dengan beberapa ahli tsunami Institut Tehnologi Bandung, BPPT dan LIPI. Kesimpulan sementara, tsunami terjadi karena dua hal. Pertama, ada longsoran sedimen dasar laut kedalaman 200 -300 meter. Sedimen itu dibawa air sungai yang bermuara di Teluk Palu.
Sedimen itu belum terkonsolidasi dengan kuat hingga saat gempa mengguncang Donggala, longsor di dasar laut menimbulkan tsunami.
“Jika kita melihat video di Pantai Talise, air yang dibawa gelombang tsunami itu awalnya jernih. Kemudian saat gelombang laut datang dan naik turun, kondisi air keruh. Itulah menjadi analisis para ahli, bahwa tsunami kemungkinan karena longsoran di dasar laut,” katanya.
Prediksi kedua, tsunami terjadi karena gempa lokal. BNPB, katanya, akan mengirim para ahli ke lokasi untuk menganalisis tsunami. Hasil analisis akan jadi pembelajaran di kemudian hari.
Kekuatan tsunami, kata Sutopo, sangat besar, di tengah laut kecepatan sampai 800 km perjam. Gerakan gelombang, makin ke darat makin tinggi, hanya berkurang karena terhambat dasar lautan. “Dengan massa sangat besar menghancurkan infrastruktur dan bangunan di pantai,” katanya. Tak pelak, gempa dan tsunami yang mengguncang Donggala dan Palu menyebabkan kerusakan berbagai infrastruktur.
Kerusakan parah
Data sementara BNPB menunjukkan, bangunan mulai dari rumah, pusat perbelanjaan, hotel, rumah sakit, dan bangunan lain ambruk sebagian atau seluruhnya.
“Diperkirakan puluhan hingga ratusan orang belum dievakuasi dari reruntuhan bangunan,” katanya.
Bangunan yang roboh antara lain, Mal Taturadi, pusat perbelanjaan terbesardi Kota Palu, Hotel Roa-roa berlantai delapan di Jalan Pattimura rata dengan tanah. Di hotel itu ada 80 kamar, 76 terisi para tamu menginap.
Arena Festival Pesona Palu Nomoni. Ada puluhan hingga seratusan orang pengisi acara, sebagian para penari, belum diketahui nasibnya. Saat kejadian, mereka sedang menyiapkan acara di dalam gedung.
Penyelenggaraan festival menyambut ulangtahun Kota Palu itu, semula akan digelar beberapa hari mendatang.
“Rumah Sakit Anuta Purayang berlantai empat, di Jalan Kangkung, Kamonji, Palu, juga roboh. Jembatan Ponulele yang menghubungkan antara Donggala Barat dan Donggala Timur, roboh. Jembatan ikon wisata Kota Palu roboh setelah diterjang gelombang tsunami. Jalur trans Palu-Poso-Makassar, tertutup longsor,” katanya.
Dengan sebagian kerusakan infrastruktut itu saja, dia perkirakan jumlah korban jiwa dan kerusakan bangunan akan terus bertambah. Apalagi hingga kini, mereka belum mendapatkan perkembangan dari Donggala. “Akses informasi ke sana terputus.”
Gempa dan tsunami juga menyebabkan tujuh gardu induk PLN padam. Saat ini, baru dua gardu induk bisa hidup. Jaringan telekomunikasi terputus. 276 base station tak dapat dapat digunakan
Bandara Mamuju, katanya, rus , di bangunan tower namun masih berfungsi. Bandara Palu tutup hingga 29 September pukul 19.20, dengan catatan tak terjadi gempa atau tsunami lagi.
Beberapa bandara kecil lain masih normal seperti Bandara Toli-toli dan Poso. Bandara Luwuk, Banggai terjadi pergeseran tiang tower namun masih berfungsi.
“Kerusakan paling parah di Pelabuhan Pantoloan, Palu. Keran peti kemas yang biasanya untuk bongkar muat peti kemas roboh,” katanya.
Pelabuhan Wani bangunan dan dermaga mengalami kerusakan. KM Sabuk Nusantara 39 terhempas tsunami ke daratan sejauh 70 meter dari dermaga. Pelabuhan Ampana, Pelabuhan Luwuk, Pelabuhan Belang-belang, Pelabuhan Majene, kondisi baik, tak ada kerusakan dampak gempa.
“Hingga kini kami masih terus pendataan.”
Begitu banyak infrastrktur rusak menyebabkan jalan yang menghubungkan Poso dan Palu, terputus. Lereng perbukitan juga longsor. Untuk menyalurkan bantuan, BNPB menggunakan helikopter.
Bukan pertama kali
Berdasarkan catatan BNPB, gempa dan tsunami di Sulawesi, bukan kali pertama. Sebelumnya, 1 Desember 1927, juga di Teluk Palu dengan korban 14 meninggal dan 50 luka-luka. Pada 30 Januari 1930, di Pantai Barat Donggala, juga tsunami dua meter selama dua menit.
Kejadian paling dahsyat menurut Sutopo, 14 Agustus 1938 di Teluk Tambu, Balaesang, Donggala. Saat itu tsunami ketinggian 8-10 meter, menyebabkan 200 meninggal dunia dan 790 rumah rusak.
“Seluruh desa di pesisir barat Donggala hampir tenggelam.”
Tahun 1994 juga terjadi di Sausu, Donggala. Lalu 1 Januari 1996, di selat Makassar terjadi tsunami yang menyapu pantai barat Kabupaten Dongagla dan Toli-toli. (lengkap lihat grafis).
“Jadi ini bukan pertama kali. Pergerakan formasi batuan mencapai 35 sampai dengan 44 mm per tahun. Patahan Palu-Koro merupakan patahan dengan pergerakan terbesar kedua di Indonesia, setelah Patahan Yapen, Kepulauan Yapen, Papua Barat, dengan pergerakan 46 mm per tahun. Patahan ini pernah menyebabkan gempa dengan magnitude 7,9 SR,” katanya.
Penanggulangan
Wiranto Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, mengatakan, sudah membangun komunikasi dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Dia sudah diperintahkan Presiden Joko Widodo mengkoordinasikan bantuan tanggap darurat.
“Tadi malam seluruh kementerian dan lembaga hadir. Kami sudah inventarisasi apa-apa yang dibutuhkan masyarakat dan apa-apa yang disiapkan. Saya sekarang di Palu bersama-sama gubernur, bupati, Kepala BNPB untuk bersama-sama merumuskan kegiatan-kegiatan yang harus segera dilakukan,” katanya.
Mereka terus pendataan korban jiwa dan evakuasi terutama bagi masyarakat yang luka-luka dan terbentur akomodasi karena tak lagi tinggal di rumah.
“Tentu mereka harus kita bantu dengan tenda, selimut, makanan-makanan dan lain-lain. Itu sudah disiapkan oleh satu satuan tugas yang dibentuk saat ini.”
Presiden Joko Widodo, katanya, sudah menerima laporan dari Kepala BNPB, Panglima TNI, kapolri dan menteri terkait. Presiden memerintahkan, Menkopolhukam mengkoordinasikan potensi nasional dalam penanganan secara cepat dengan berkoordinasi bersama Kepala BNPB.
“Presiden terus memantau perkembangan,” kata Sutopo.
Sementara itu, TNI telah mengerahkan pasukan membantu penanganan dampak gempa dan tsunami. TNI menggerakan tujuh satuan setingkat kompi (SSK) dari Yonkes, Yonzipur, Yonif, dan Yonzikon dengan dua pesawat Hercules C-130. Juga mengirimkan Heli Superpuma TNI AU dari Makassar dengan membawa peralatan navigasi portable.
“Polri juga akan menggerakkan personil, logistik, peralatan dan obat-obatan untuk memberikan dukungan penanganan darurat.”
Kemendagri juga menerbitkan Surat Kawat dengan nomor 361/7676/SJ kepada Gubernur Sulawesi Tenggara, Bupati Donggala, dan Walikota Palu agar segera menerbitkan surat pernyataan tanggap darurat bencana sesuai ketentuan perundang-undangan. Mendagri juga menerbitkan surat kawat dengan nomor 361/7675/SJ kepada beberapa gubernur agar memerintahkan BPBD dan Kepala Damkar, Satpol PP untuk menggerakkan personil dan sarana prasarana membantu Donggala dan Kota Palu.
Surat itu ditujukan kepada Gubernur Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, dan Maluku
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemetaan dampak kerusakan bangunan, pergerakan dan retakan tanah, longsoran, mengindentifikasi karakteristik tanah, memberikan rekomendasi teknis, juga sosialisasi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan penanganan pemulihan jaringan telekomunikasi. Kementerian Sosial mengerahkan tagana ke lokasi kejadian.
Kementerian Perhubungan mengirimkan personil dan peralatan untuk inspeksi runway dan perbaikan darurat sarana dan prasarana bandara. Kemehub juga, akan membentuk tim quick response transportasi untuk mendukung operasi tanggap darurat.
“Saya minta dibentuk sebuah Quick Response Team yang diterjunkan ke lapangan dan bentuk posko khusus terkait penanganan gempa Palu yang efektif bekerja mulai besok (29 September-red). Hingga proses koordinasi antara petugas di lokasi kejadian dan kantor pusat efektif,” kata Menteri Perhubungan, Budi Karya Samadi.
Instruksi Menteri Perhubungan itu disirkulasi ke jajaran Kementerian Perhubungan melalui media komunikasi Internal Kemenhub Jumat, (28/9/18) pukul 22.20 WIB, dan meminta pengecekan beberapa fasilitas transportasi baik udara dan laut yang terdampak gempa.
Kementerian Kesehatan, akan mengirimkan tim medis dan menyiagakan Puskesmas di lokasi kejadian. Tim Kementerian Kesehatan berangkat ke Palu bersama Dinas Kesehatan Sulawesi Barat dan Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan.
Rahmat Triyono, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, mengirim tim untuk mengamati lebih lanjut pasca gempa dan tsunami di Donggala dan Palu. BMKG juga akan memasang seismograf portable 20 unit di lokasi untuk mencatat gempa susulan.
“Palu berada di bagian teluk yang menyempit hingga setelah gempa, air dari laut di ujung Teluk Palu tumpah ke daerah pesisir dan tsunami. Di Donggala, belum ada laporan pasti mengenai ketinggian tsunami. Donggala merupakan pantai lepas,” katanya.
Menurut dia, sesar Palu-Koro termasuk sesar aktif, sama dengan di Sumatera. Hingga Sabtu pagi, BMKG mencatat setidaknya 105 kali gempa susulan.
“Kondisi dan akses komunikasi antara BMKG pusat dan daerah masih sulit. Kami sudah menurunkan tim ke DInggala dan Palu untuk mengalisis seismik. Baik makro maupun mikro,” katanya.
Keterangan foto utama: Kondisi pantai di Kota Palu pascatsunami. Kerusakan cukup parah. Bangunan hancur dan rata tanah. Ratusan korban jiwa di Palu. Donggala, belum terdata. Foto: dari Twitter Sutopo Suryo Nugroho, Kepala Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar