Do’a Penghantar Kemudahan - CSI FEB
Do’a Penghantar Kemudahan

Do’a Penghantar Kemudahan

Share This




Oleh : AS Amri (Ketua LDK KOMDA FEB 2007-2008)
Dua tahun yang lalu tepatnya di akhir masa penyelesaian pendidikanku dalam perjalanan memperoleh gelar sarjana ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peluh keringat, tetesan air mata, dan senyuman mengiringi proses perjalanan penyelesaian studi Strata 1 di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
            Skripsi yang merupakan tugas akhir. Berbagai macam prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi harus disertakan oleh mahasiswa dalam menyelesaikan studinya, mulai dari transkrip  nilai akhir non skripsi, test toafl-toefl, ujian komprehenship sampai ujian skripsi. Semua itu ku tempuh dalam waktu empat tahun lamanya di kampus Islam itu.
            Mulailah nilai-nilai mata kuliah ku kumpulkan untuk diajukan ke bagian akademik pusat kampus Islam terbesar di Jakarta itu. Test toafl dan toefl juga telah 3 kali ku jalani. Barulah pada saat ujian komprehensip mulai menjadi tantangan, umumnya mahasiswa mulai serius dan tegang di saat-saat ujian kompre dan ujian skripsi. Bahkan, tak sedikit yang terlihat stress dalam menghadapi kedua ujian tersebut. Padahal itu hanya ujian prasyarat wisuda bukan ujian kehidupan yang lebih jauh menyita kesabaran dan ketegaran.
            Beriringan dengan proses ujian akhir masa kuliah, Ayahku yang menjadi tulang punggung keluarga jatuh sakit berkepanjangan. Walhasil, aku harus pulang pergi hilir mudik ke kampung halamanku di Caringin Bogor sebagai wujud baktiku pada kedua orang tuaku. Kondisi ayahku memang sudah sangat payah selain komunikasi yang mulai terbatas, kondisi fisikpun sudah tidak memungkinkan sehingga untuk pergi ke kamar mandi pun harus dipangku atau digendong oleh salah satu dari kami (keluarga). Namun begitu, sungguh luar biasa disaat-saat kondisi begitu tak pernah meninggalkan kewajibannya kepada Rabbnya, yaitu shalat. Sehingga kadang harus bolak-balik kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Disela-sela kami merawat ayah, aku sempatkan ke kampus untuk menyelesaikan ujian komprehenship. Ujian ini merupakan ujian lisan mengenai pengetahuan mata kuliah keekonomian meliputi: ekonomi makro, mikro, dan mata kuliah lain yang diujikan. Alhamdulillah, ujian ini berjalan dengan lancar dan dapat predikat lulus. Selain memang persiapan yang baik juga do’a kemudahan pun sering kupanjatkan termasuk do’a yang sering ku baca,
Allaahumma laa sahla Illa maa Ja’altahu Sahla Wa Anta taj’alul hadzna idza syi’ta sahla”.
Kerap kali do’a ini menjadi wiridku setiap selesai shalat bahkan di perjalanan. Selang beberapa hari setelah ujian kompre usai, aku mendapat kabar ayahku dibawa ke Rumah Sakit Ciawi Bogor karena  kondisinya yang sudah kritis. Aku pun segera bergegas pulang dan menemaninya di sana. Waktu itu bertepatan dengan hari raya ‘Idul Adha, sehingga aku dan ibuku harus menginap di RS tersebut. Alunan takbir terdengar mengiringi heningnya suasana malam takbiran di RS. Suara sahut menyahut takbir menambah hangatnya suasana malam itu dengan sesekali ibu menyambangi ayah dan membisikan kalau malam ini adalah malam ‘Idul Adha. Walaupun ayah tak bisa mendengarnya tapi ia bisa merasakannya.
Malampun mulai larut, aku meminta izin kepada ibuku tuk pergi ke masjid yang ada di Rumah Sakit tersebut, alunan takbir mengiringi hangatnya malam itu walaupun banyak orang yang terkapar  karena harus menjalani perawatan. Setibanya di masjid, ku awali dengan dua rakaat shalat tahiyatul masjid dan kulanjutkan  2 rakaat shalat tahajud. Heningnya malam yang diiringi alunan takbir, kuat dalam ingatanku terhadap ujian yang menimpa keluargaku. Sesekali berlinang air mata ini membasahi pipi malam itu. Bacaan ayat Al-Qur’an dalam shalat menambah sesak dadaku bila harus nyatanya menerima ujian ini. Isak tangis yang tertahan menambah kekhusuan dalam shalat. Sampai pada titik sadar bahwa semua harus dihadapi dengan penuh sabar saat membacakan surat Al Baqarah ayat 155-156 yang berarti,
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa innailaihi raji’un”(Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali).”
Mulailah hati ini lapang ketika melantunkan ayat tersebut. Seselesainya shalat malam dan menghabiskan malam itu,  dilanjutkan pagi harinya tuk shalat Idul Adha. Terdengar saran dari dokter agar membawa pulang ayahku untuk menjalani perawatan di rumah. Akhirnya, hari itu pun ayah pulang sampai satu minggu terakhir kondisi ayah memang belum membaik. Satu persatu keluarga menyambangi ayahku hingga semua keluarga berkumpul sambil memberikan do’a harapan bisa pulih kembali.
Tibalah saatnya ketika  aku  menunaikan  shalat ashar di tambah 2 rakaat shalat taubat serta berdo’a kepada Allah SWT akan keikhlasan hati ini menerima kenyataan yang akan terjadi. Sesampainya di rumah aku melihat kenyataan bahwa ayah kini telah tiada di hadapan kami. Isak tangis mengiringi kepergian ayah kami tercinta, pelukan dan pesan kesabaran menambah tegar hati ini walaupun harus menahan rasa sedih yang dialami.
Alhamdulillah proses pemakaman Ayahku telah selesai, kini mulai berpikir bagaimana kelanjutan masa depanku. Kondisi yang belum selesai kuliah menambahku bingung apa yang harus kini kulakukan. Sampai pada saatnya kakak ku memberi motivasi untuk bangkit memberikan yang terbaik untuk keluarga ini. Mulailah aku menyusun strategi, mengumpulkan semangat dan mengerahkan segala kemampuan untuk menyelesaikan studi yang sempat tertunda. Mulai dari mengumpulkan bahan skripsi, konsultasi dengan teman dan ikhtiar lain yang ditempuh untuk menyelesaikan tugas akhir. Alhamdulillah, kemudahan diberikan Allah SWT dengan selesainya proposal dan ujian proposal.  Semangatpun terus dipacu, tiada hari kecuali bersama bab-bab isi skripsi, bimbingan dan do’a kemudahan. Sesekali mengisi waktu dengan berjualan di event-event keramaian sampai pada event wisuda ataupun event lainnya. Hasilpun mulai terlihat di saat bab perbab telah selesai dan di konsultasikan dengan dosen pembimbing. Walaupun acap kali memaksa dosen pembimbing langsung menandatangani pengesahan skripsi untuk diujikan. Usaha ini pun berhasil sampai pada saatnya bisa daftar ujian skripsi, walaupun pada saat itu harus menerima kenyataan bahwa hanya ujian sidang skripsi saja sedangkan wisuda di periode berikutnya karena harus revisi terlebih dahulu.
Hari yang penuh mendebarkan, bagi para mahasiswa umumnya ujian skripsi adalah ujian akhir studi di kampus untuk menentukan selesai atau tidaknya studi. Sempat semalam sebelum pelaksanaan ujian skripsi, kami berlatih bersama teman untuk kesuksesan ujian besoknya. Tak lupa do’a dan shalat malampun kulakukan. Do’a dengan penuh harap dan memaksa untuk kelancaran ujian besok. Pagi hari pun tiba, beberapa orang telah siap menempuh ujian. Namun lagi-lagi diuji kesabaran karena para penguji yang jumlahnya 4 orang harus pergi berta’jiah kepada salah seorang ketua jurusan yang ditimpa musibah orang tuanya telah meninggal. Tak lama, terpikir untuk ikut ta’jiah dengan teman coba menyusul tim kampus yang berta’jiah ke sana karena aku pernah merasakan apa yang telah dialami oleh salah satu pengujiku itu.
Selesai proses pemakaman, semua tim kembali ke kampus untuk melaksanakan ujian. Satu persatu peserta ujian dipanggil hingga pada giliranku. Alhamdulillah kemudahan telah diberikan kepada kami peserta ujian. Bahkan ujian skripsi seolah bukan sedang ujian semua dosen penguji hanya mengingatkan pentingnya berbuat baik kepada orang tua dan sampai salah satu penguji mengungkapkan,
“Nak kamu beruntung ujian hari ini, kamu saya langsung kasih nilai A”,  tanpa menanyakan skripsi secara detailnya.
Subhanallah segala kemudahan telah mengiringi ujian sidang skripsi saat itu hingga kami (peserta Ujian skripsi) dikejutkan dengan kebijakan bahwa revisi skripsi bisa dilakukan setelah Wisuda. Walhasil aku bisa wisuda bulan ini. tepatnya pada tanggal 3 bulan April tahun 2010. Semua peserta ujian bergembira dan bersyukur atas segala kemudahan dan anugerah yang telah Allah berikan. Akhirnya aku menyadari dalam menempuh sebuah ujian memang diperlukan pengorbanan dan perjuangan sehingga terasa manis apa yang kini kita dapatkan. Wassalam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages