Assalamu’alaikum Sobat CSI FEB. Apa kabar? Semoga senantiasa
sehat selalu ya serta tetap dalam lindungan Allah Swt. Alhamdulillah, kita
ketemu lagi nih. Oh ya kali ini mimin mau memberikan sedikit inspirasi buat Sobat
CSI semua nya. Yakni dengan Memaknai Tahun Baru 1443 Hijriah di Masa Pandemi
seperti ini. Gimana, sobat CSI penasaran kan? Yuk, Check it Out….
Setitik
Sejarah
Peringatan tahun baru Islam merupakan
momentum penuh hikmah bagi umat Islam di seluruh dunia. Banyak peristiwa
bersejarah yang membersamai momentum ini pada masa silam. Bermula dari tekad
dan rencana nabi Muhammad untuk mengajak pengikutnya berhijrah dari Makkah ke
Madinah yang mulai disusun saat bulan Muharram. Hingga 6 tahun kemudian,
khalifah Umar Bin Khatab terinspirasi untuk menyusun penanggalan Islam
(hijriah) dengan penetapan Muharam sebagai bulan pertama.
Sejarah mencatat, sistem penanggalan Hijriah
nyatanya telah jauh digunakan sebelum era pra-islam. Namun, penggunaannya
tersebut masih sangat terbatas dan sebagian besar kabilah belum menyepakatinya
secara sah. Akibatnya, kegiatan surat menyurat untuk mengabarkan kondisi suatu
wilayah ke wilayah lain pun sering menuai kerancuan informasi, karena patokan
waktu yang masih absurd.
Dan masyarakat yang kala itu masih belum
mengenal penomoran tahun. Mereka menjadikan peristiwa akbar yang monumental
sebagai patokan. Misal, penyebutan “Tahun Gajah” pasca peristiwa penyerangan
pasukan bergajah yang dipimpin raja Abrahah untuk menghancurkan Ka’bah. Hingga
pada akhirnya, Khalifah Umar pun menyempurnakan sistem penanggalan Kalender
Hijriah sebagai patokan serta pedoman masyarakat dalam menentukan tanggal, bulan,
dan tahun.
Bertepatan
dengan tanggal 10 Agustus 2021 Masehi, nuansa 1 Muharam 1443 Hijriah kali ini
cenderung agak berbeda dengan atmosfer tahun baru islam di periode-periode
sebelumnya. Mengingat bahwa kita menyambut momentum ini -masih- pada masa
pandemi, yang memicu banyak perubahan pada berbagai aspek kehidupan. Utamanya
dengan adanya kebijakan pembatasan kegiatan sosial yang menimbulkan resiko
kerumunan. Imbasnya, berbagai perayaan simbolik yang telah mengakar menjadi
budaya masyarakat setempat dalam menyambut tahun baru
Hijriah, terancam tidak bisa diadakan.
Dalam
budaya Indonesia, terdapat cukup banyak jenis kegiatan bergenre seremonial untuk
memperlambang-ingati momentum tahun baru islam. Mulai dari Mubeng Beteng
(Yogyakarta), Kirap Kebo dan Pusaka (Solo), Barik’an (Pati), Upacara Tabot
(Bengkulu), Tradisi Bubur Suro (Jawa Barat), Pawai Obor (Garut), Ledug Suro
(Magetan), Ngadulag (Sukabumi) dan masih banyak lainnya. Pada intinya,
kegitan-kegiatan tersebut merupakan lambang dari rasa syukur masyarakat kepada
Allah SWT atas limpahan karunia yang didapat selama tahun-tahun sebelumnya.
Kesempatan
Kesekian.
Meski tidak ada bentuk perayaan gheden, hal
tersebut tentunya tidak mengurangi nilai sakral dan esensitas dalam menyambut
tahun baru Hijriah. Satu hal yang terpenting, kita harus dapat menjadikan
momentum ini sebagai ajang untuk kembali mengevaluasi diri. Sudah maksimalkah
kita dalam menggunakan kesempatan hidup pada tahun ini dan tahun yang
sebelumnya?
Nikmat kesempatan harganya mahal. Berapa
harga yang harus dibayar oleh saudara kita yang membutuhkan suplai tabung
oksigen di rumah sakit? Jutaan. Dari sana mari kita belajar. Jika Allah mengambil
secuil nikmat kesempatan untuk menghirup oksigen, mampukah kita menghadapinya?
Banyak di antara kita yang dilimpahi berupa macam nikmat kesempatan. Mulai dari
kesempatan untuk hidup, kesempatan memulai hal baru, maupun kesempatan kesekian
kalinya untuk memperbaiki kesalahan di masa silam. Mampukah kita untuk amanah
dalam mengemban nikmat kesempatan tersebut?
Sekali lagi, merupakan suatu nikmat yang paling berharga bagi kita yang masih bisa saling berjumpa pada tahun baru hijriah ini. Nikmat kesehatan, nikmat iman, nikmat kesempatan yang Allah berikan wajib untuk senantiasa kita syukuri setiap detiknya. Syukur yang bukan sekedar dalam mengucap hamdalah, namun mengimplementasikannya dalam setiap langkah sebagai niat untuk ibadah. Mengingat banyaknya saudara kita yang telah lebih dulu dipanggil oleh-Nya, maka sungguh sangat tidak bijak jika kita mendustakan nikmat yang Allah berikan dengan cuma-cuma. Fabiaayiala irobbikuma tukadziban.
Kesempatan
Kali Ini Dibersamai oleh Banyak kesempitan.
Kesempatan yang kita dapatkan juga bertepatan
dengan segala kesempitan yang nyatanya masih menerpa. Di beberapa daerah,
takmir masjid seakan bermarathon untuk menyampaikan kabar duka dengan prolog
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Sirene Ambulane meraung memecah jalanan.
Ungkapan bela sungkawa atas meninggalnya sanak saudara bertebaran di media
sosial.
Pelaku usaha mikro menjerit tak bisa
berjualan. Ekonomi keluarga sekarat, sedangkan bansos tak kunjung didapat
–malah masuk kantong koruptor biadab. Cemas, resah, dan gelisah merupakan
sarapan pagi dengan lalapan berita kenaikan angka penyebaran Covid-19 yang
merajalela. Badai nelangsa takdir yang kita alami ini seakan mencapai
klimaksnya. Dalam berbagai kesempitan kita harus bertahan untuk menghadapi
cobaan yang makin hari nampak makin menghantam. Lelah? Pastinya. Namun,
menyerah juga bukanlah pilihan utama.
Bukan maksud hati mengkambinghitamkan.
Nyatanya, akar substansi dari berbagai kesempitan keadaan yang kita alami ini
bersumber pada pandemi Covid-19 yang nampak masih kerasan untuk tak berpamitan.
Mungkin, kita sebagai tuan rumah terlalu ramah, hingga ia pun malah betah.
Harusnya, tamu tak tahu diri itu kita usir tanpa iba. Apa sih yang bikin si
covid tak betah serta lekas sirna? Tentu dengan tetap taat prokes dan segala
anjuran baik dari pemerintah. Saling menguatkan, dan semoga momentum tahun baru
hijriah 1443 ini juga merupakan prosesi perpisahan kita dengan si kecil gemas
namun tak kelihatan, Covid-19.
Sebagai epilog dalam tulisan ini, marilah
kita kembali intropeksi serta evaluasi diri. Jika pada peringatan tahun baru masehi
biasanya diikuti dengan berbagai perayaan yang sifatnya duniawi, maka dalam
menyambut tahun baru Islam ini kita maknai dengan kegiatan yang dapat
mempererat hubungan kita kepada Allah.
Meski pembatasan beribadah dalam masjid tetap
ada, semoga itu bukan halangan untuk mengganggu kekhusu’an sholat dan ibadah
kita. Malah sebaliknya, mari kita jadikan pembatasan tersebut sebagai media
untuk menakar, seberapa kuat kadar kualitas iman untuk menyambut kesempatan
berjumpa dengan tahun baru Hijriah meski berbagai macam kesempitan menghadang.
Semoga kita semua mampu menghadapi segala bentuk cobaan, serta selalu berada
dalam lindungan Allah sang maha penguasa alam. Aamiin Allahumma Aamiin.
Salam
hangat dari : Admin Katalog CSI (See You Next Time )
Sumber : Zaidan Aufi Romadhoni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar